Raja itu menunggu bertahun-tahun menantikan seorang permaisuri.
Puteri dari Negeri Kecantikan datang dengan gaun yang begitu indah. Kalung permatanya mengkilau menyilaukan seluruh istana. Matanya berbinar-binar menatap mata sang raja. “Oh ini pasti orangnya.”, bisik seorang pelayan kerajaan kepada temannya. Namun, raja menolaknya.
Puteri dari Negeri Kecerdasan datang dengan pengetahuannya yang begitu dalam. Seluruh penemuan dan hikmat dunia ada di kepalanya. “Ini yang raja inginkan!” celetuk seorang penasihat kerajaan, sambil mengangkat jempolnya ke hadapan raja. Raja menggelengkan kepalanya.
Puteri dari Negeri Kekuasaan datang dengan membawa tentaranya sebanyak semut di pabrik gula-gula. Puteri begitu berkuasa, dengan satu ucapan kata saja ia bisa menghancurkan satu kerajaan. “Oh, ini raja! Ini yang akan membuat kerajaan kita semakin berkuasa! Rakyat kita akan semakin tunduk kepada raja!”, teriak seorang pemimpin pasukan kerajaan ke arah raja. Lalu, raja tertawa. “Apakah aku tertarik dengan kekuasaan?” lalu ia melanjutkan, “bukankah rakyatku mencintaiku karena aku mengasihi mereka? Karena aku memastikan anak-anak mereka mendapatkan susu terbaik dari kerajaan? Dan keadilan berlaku di seluruh pelosok kerajaan?”
Puteri dari Negeri Kekayaan pun datang dengan gajah-gajah yang mengangkut emas berton-ton. Satu kerajaan tercengang. Bendahara kerajaan pun terbangun dari tidurnya, meminta isterinya mencubit tangannya. “Sayang, apakah aku sedang bermimpi?”. Namun, raja hanya tersenyum, sambil bersenandung “emas dan perak sanggup membeli istana kerajaanku, tapi bukan cintaku.”
“Ohhh raja. Kapan kamu menikah? Kita harus memiliki seorang penerus kerajaan!”, keluh ibunda raja dengan hati yang terombang-ambingkan badai kesedihan, kekecewaan, dan keputusasaan.
Beberapa bulan kemudian, seorang puteri datang kepada raja dengan pakaian yang amat sederhana, tanpa uang, tanpa pasukan. Lalu puteri itu tunduk menyembah dan berkata “Raja, aku adalah permaisurimu. Aku tidak memakai topeng apapun. Aku disini karena satu dan hanya satu alasan: Cintaku dan kerinduanku untuk menyenangkan hati raja.”
Perhiasan apa yang kita pakai ketika kita menghadap Tuhan, Raja kita? Apakah kita senang memakai topeng? Kita datang dengan memakai cawat untuk menutupi ketelanjangan kita? Kita pikir Dia tidak tahu? Dia tahu. Dia tahu hati kita yang paling dalam.
Sebab kasih yang sejati melihat kedalaman hati.
Tuhan mengasihi mereka yang datang dengan ketulusan hati. Dia mengasihi orang yang bertobat dengan penyesalan yang sungguh, sebab bukan orang sehat yang memerlukan dokter, tapi orang sakit. Dia mengasihimu.
Bukan nyanyianmu, tapi hatimu yang membuat Dia tesenyum. Bukan lama doamu, tapi kerinduanmu yang membuat kamu tidak bisa berhenti berdoa dan Dia tidak bisa berhenti mencurahkan isi hati-Nya. Ohhh, betapa Dia merindukanmu.
Ketika aku bertemu Rajaku pagi ini, aku menemukan sukacita yang tak bisa ditawarkan siapapun di dunia ini. Doa bukanlah sebuah beban yang harus ditanggung. Doa adalah sebuah percakapan yang romantis dengan seorang Kekasih yang begitu mengasihimu. Doa adalah hati-mu yang berbicara dengan hati-Nya. “I love to pray, because He loves me and I love Him.”
Ini yang Tuhan suka: kita.
Ini yang Tuhan rindu: kita.
Ini yang membuat-Nya berseri-seri: kita.
Beloved, God loves you. Not your deeds, not your money, not your beautiful voice, not your prayer schedule. God loves your loving heart.
Datang kepada-Nya bukan dengan topeng, tapi sujudlah kepada Tuhan dengan berhiaskan kekudusan.
Merk sebuah pen tidaklah ditulis di daftar pustaka, tapi hanya nama penulisnya.
Glory to God !
Gambar diambil dari http://www.mikelockett.com/cp/we7/uploads/1000/Esther%20Picture.jpg
No comments:
Post a Comment