Sunday, August 26, 2012

ZzzzZZZZzzzZZZzzz

Beberapa hari yang lalu aku bergumul dalam tidurku. Malam sudah terlalu larut, namun aku tak bisa tidur. Tulangku sakit, nafasku sesak, aku bahkan harus membuka mulutku untuk bernafas. Godaanpun datang: “Kutuki Tuhanmu. Senangkan dagingmu, toh Dia juga tidak menolongmu. Berontaklah.” kata si ular tua.

Daging ini lemah, aku benar2 di ujung tanduk. Pagi itu aku benar2 menderita.

Sebuah bisikan lembut lalu datang, siapa lagi kalau bukan Roh Kudus, Penolongku. Dia berbisik: “mengucap syukur”. Ya Dia ingatkan aku, sekalipun aku harus mati di tempat tidurku, aku harus tetap mengucap syukur. Toh matipun bakal masuk Sorga, itu janji Dia. Oh yeah, semua cita2ku untuk lulus S2 dan pikiranku tentang tugas akhirku seperti hilang pagi itu. Semua hilang kecuali rasa sakit dan bisikanku kepada Tuhan: “Tuhan Engkau baik. Apapun yang terjadi, Engaku tetap baik. Tuhan Engkau baik. Engkau baik.”

***

Suatu hari Daud yang sedang menjadi buronan kerajaan harus menghadapi Akhis, raja kota Gat. Daud punya kenangan manis dengan kota Gat. Ingat ketika dia mengalahkan Goliat dengan gagah berani? Ya, Goliat, si raksasa itu adalah juga dari kota Gat. Namun, ketika Daud bertemu raja Akhis, kenangan manis itu menjadi tragis.

Keberanian Daud terhadap sang raksasa sama sekali tidak terlihat ketika dia menghadapi Akhis. Tahu apa yang dia lakukan? Dia pura2 gila! Menggores2 pintu gerbang, liurnya dibiarkan meleleh di jenggotnya. Mungkin ini adalah salah satu titik terendah dalam hidup seorang Daud.

Dikejar2 Saul, takut dibunuh Akhis, dan harus pura2 gila untuk menyelamatkan hidupnya. Semua itu Tuhan ijinkan terjadi pada hidup Daud, seorang yang sangat dikasihi-Nya. Padahal Tuhan juga kan yang berjanji akan menjadikan Daud raja.

Bagaimana Daud memandang salah satu ‘titik terendah’ dalam hidupnya?

“Dari Daud, pada waktu ia pura-pura tidak waras pikirannya di depan Abimelekh (Gelar Raja Akhis), sehingga ia diusir lalu pergi. Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. Muliakanlah Tuhan bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memashyurkan nama-Nya! Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu.” (Mzm 34:1-6)

Daud mengerti arti dari memuliakan Tuhan, uniknya adalah ketika dia begitu direndahkan. Pujian sejati lahir dari seorang yang merendahkan diri. Pujian sejati bukan lahir dari berkat yang melimpah, pujian sejati lahir dari tahu siapa Dia dan siapa saya. Ia lahir dari kesadaran bahwa semua boleh diambil, asal jangan Dia. Pujian sejati lahir dari: ‘satu-satunya alasanku bermegah ialah karena Tuhanku’.

***

Seperti Daud, aku diajar Tuhan untuk berkata: “puji-pujian kepada-Nya tetap di mulutku”. Waktu susah? Waktu senang? Waktu semua lancar? Waktu jalan tertutup? Waktu badan sakit2? Waktu ngga bisa nafas? “puji-pujian kepada-Nya tetap di mulutku”.

“Tuhan, Engkau baik…. Engkau baik… Engkau tetap baik… ZzzzZZZZzzzzZZZZzzzz”
ujian puji-pujian kepada-Nya tetap di mulutku’  selesai untuk hari ini, tidurlah David :)-

Merk sebuah pena tidak dicantumkan di daftar pustaka, hanya nama penulisnya.

-Glory to God-

info tentang Akhis adalah juga Abimelekh ada di http://www.tidings.org/studies/psalm34200009.htm

Tuesday, August 21, 2012

Buku Tabungan Tuhan

Hellowww… :p. Beberapa hari yang lalu, entah darimana,, timbul perenungan di hatiku yg membuat bibirku ini tersenyum sinis. Wkwkwk. Perenungan apakah itu?

Aku merenung tentang 2 tahun yang kuhabiskan sebagai seorang guru les matematika dan fisika. Dua tahun pembentukan dimana Tuhan pakai hamba-Nya utk memuridkan dan membagikan firman-Nya. Di masa2 itu, aku ngga banyak mengumpulkan uang, bahkan tabunganku mendekati 0 Rupiah bisa dibilang setelah 2 tahun mengajar. Namun, jangan salah paham, aku tidak berkekurangan karna Tuhanku itu setia.

Beberapa hari lalu aku merenung, kenapa aku melakukan semua itu? “Buku tabungan bersaldo hampir 0, ckckck” aku hanya tersenyum, tersenyum sinis. Dan spertinya tidak ada yang tahu apa yg ada dibalik senyumanku ini.

No one knows, but God.

Besoknya, aku datang ke Gereja, dan seorang hamba Tuhan membagikan sebuah firman mengenai CV yang dikehendaki Tuhan. Lucunya..hehehe. lucunya, oh Tuhan itu memang suka becanda sama aku. Lucunya, hamba Tuhan itu mengungkit tentang saldo buku tabungan di khotbahnya. Lalu dia bilang kira2 gini: ‘bukan itu yang utama’. Kali ini, aku tidak tersenyum sinis, tapi menahan tangis :p.

Sejujurnya, aku kepengen si punya banyak duit. Tapi,,, kalau kulihat2, dan kutimbang2, dan kurenung2. Orang yang punya banyak duit di dunia ini, belum tentu punya banyak “duit” di Sorga nanti. Firman Tuhan berbunyi “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” (Luk 12:21).

Lalu…

"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:19-20).

Dan lagi….

“Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Luk 12:33-34)

Hmmm, lalu apakah salah jadi orang kaya? Abraham kaya. Salomo kaya. Yusuf juga, dan Kristus yang kaya menjadi miskin supaya kita kaya. Tidak salah menjadi orang kaya itu. Dan bukan hanya tidak salah, tapi itu benar! Sudah nasib bagi orang yang di-benarkan-Nya untuk juga di-kayakan-Nya. Sebab Tuhan berbicara dalam Mazmur 37:25-26: “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.”

Renungkanlah Firman Tuhan dan kamu akan mengerti, kekayaan bukanlah untuk menyenangkan dirimu sendiri. Kekayaan sejati adalah “tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat”. Kekayaan sejati ialah “juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah”. Oh teman2, tahukah kalian tabungan di Sorga itu bukanlah dari apa yang kita kumpulkan, tapi apa yang kita berikan?

Aku diajar ayahku soal memberi. Aku ingat ketika kami ditipu dan uang kami hampir habis. Waktu itu aku masih remaja, aku ingat kami punya buku perpuluhan warna coklat. Tuhan ajar kami untuk memberi, ya untuk tetap memberi! Dan memang Tuhan tidak pernah berhutang, bukan hanya orang2 lain diberkati, tapi kami juga diberkati dengan tingkap2 langit yang Ia bukakan. Sampai sekarang aku bisa kuliah di Inggris tanpa beasiswa, why? Because my GOD is an amazing GOD! Apakah kami sempat berpikir soal kuliahku? Tidak. Tapi Tuhan kami adalah Tuhan yang ‘ajaib bukti’, bukan ‘ajaib teori’. Dia adalah Tuhan “Ya dan Amin” bukan “kalau nggak salah dan ah masa sih”. Dia sanggup melakukan jauh lebih banyak daripada apa yang kami doakan atau pikirkan. Namun, namun, namun… yang terutama bukan soal kuliah di luar negeri, atau apapun yang tampak keren di mata manusia… but how can we give more?

TO LIVE IS TO GIVE. PRAISE GOD! :)

Merk sebuah pena tidak dicantumkan di daftar pustaka, hanya nama penulisnya..

-Glory to God-

Monday, August 6, 2012

Forgiven

Jesus, O Holy One
I sing to You
Forgiven
Savior, I'm overcome
With Your great love for me

One focuses on himself and his own “imaginary” righteousness,
one focuses on God and His true forgiveness.

One says “thank me”,
the other says “thank YOU”.

One makes God a “liar” by saying “I’ve never sinned”,
the other acknowledges Him as ‘the One who knows all of my weaknesses’.

One judges others and thinks he’s better than others,
the other knows who deserves to sit on the Judge’s seat, he keeps the conversation private.
(“this is between me and God”)

One arrogantly stands up,
one dares not to look up.

One has made himself righteous in his own sight,
the other has been made righteous in God’s sight.

If we want to be a Christian, we need to accept His forgiveness not only when we accept Christ, but at each small breath we take.

-a forgiven man-
inspired by Luke 18:9-14

http://www.youtube.com/watch?v=hKwlBFN7SlQ

Glory to God

pics from http://www.banah.org/wp-content/uploads/2011/02/the-parable-of-the-pharisee-and-the-tax-collector.jpg