“Hari ini Saudara BEBAS! Nikmatilah hidupmu, saya harap kita tidak akan berjumpa lagi di tempat ini!”, tegas seorang polisi kepada seorang narapidana. Aneh bin ajaib, napi itu tertunduk lesu, tak mau beranjak dari sel penjaranya. Maklum, penjara itu begitu indah, rapih, VIP class, penjara bintang lima.
Polisi akhirnya memaksa dia keluar, namun napi itu tetap tak beranjak. Sampai-sampai mereka harus menyeretnya. Namun, setelah keluarpun, napi itu malah menutup matanya. Ia membayangkan masa lalunya di penjara bintang lima. Lalu ia tersenyum bahagia. Bisiknya: “Oh penjara bintang limaku, rumahku sampai mati.”
Mungkin kita tergoda untuk menertawakan napi bodoh ini. Namun, sadarkah kita terkadang tidak lebih pintar dari dia?
***
Empat-puluh-lima hari mereka keluar dari tanah Mesir setelah 430 tahun diperbudak. Bersyukurkah bangsa Israel?
"Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Kel 16:3)
Mesir adalah “penjara bintang lima” bangsa Israel. Mereka rindu kuali berisi daging, mereka rindu makan roti sampai kenyang. Bagi mereka, itu jauh lebih berharga dibandingkan kebebasan di padang gurun. Mereka merindukan masa lalu mereka.
Namun, Tuhan setia, Ia menyediakan manna (hujan roti) bagi bangsa ini, supaya mereka rendah hati. Supaya mereka live day by day by depending on God’s provision, and not on their own strength (Ulangan 8:16-18). Hari demi hari berjalan bersama Tuhan, melihat mujizat-Nya. Bukankah itu tempat yang jauh lebih indah ketimbang penjara bintang lima atau enam sekalipun?
***
Hari ini aku diingatkan untuk mengucap syukur akan masa kini (present), dengan tidak membanding-bandingkannya dengan masa laluku yang tampaknya lebih indah.
Aku merenungkan kisah Yusuf. Seandainya saja dia mengingat-ingat masa lalunya yang sangat nyaman di rumah ayahnya, lalu membanding2kannya dengan penjara (bukan bintang lima) yang ia alami. Seandainya saja itu membuatnya menyerah dan bunuh diri ketika menjadi budak, apalagi ketika difitnah dan dipenjara. Akankah ia menjadi pemimpin Mesir? Akankah keluarganya selamat? Akakankah ia tetap dipakai Tuhan untuk maksud penyelamatan?
Firman Tuhan berkata: “Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” (Mzm 118:24). Aku mau bersyukur untuk hari ini, sebab Tuhan sudah menjadikan hari ini untukku. Satu hari lagi aku berjalan dengan iman bersama Dia, sekalipun itu di padang gurun “ketidakpastian”. Namun, aku tidak takut bahaya sebab Dia besertaku. Selamat tinggal penjara bintang lima “masa lalu”. Selamat datang “hari ini”. Hari yang dijadikan Tuhan ini pasti yang terbaik bagiku. PUJI TUHAN! Amin.
When the beauty of your past tempts you to grumble on today’s hardships, remember this verse: “This (TODAY) is the day that the LORD has made, let us rejoice and be glad in it.”
Glory to God