Friday, December 3, 2010

Rambut Sang Pangeran


Alkisah di sebuah istana nan jauh, hiduplah seorang raja yang sangat kaya. Ia dan anaknya, sang pangeran, hidup di istana yang sangat megah. Lantainya terbuat dari kristal dan dilapisi permadani. Temboknya berkilauan karena dilapisi emas murni. Istana tersebut sangat besar dan di dalamnya terdapat begitu banyak kamar kerajaan.

Setiap hari, di kala malam, raja selalu meluangkan waktu untuk makan bersama sang pangeran. Sambil menikmati hidangan malam, mereka bercakap-cakap. “Ayah! Bagaimana dengan keuangan kita?!”, teriak sang pangeran, “Tahukah ayah krisis sedang melanda kerajaan kita?! Bagaimana mungkin kita bisa hidup lama di istana? Apa yang akan kita makan? Bagaimana kita mengupah pegawai istana?!”. Rajapun terdiam, ia tetap menikmati hidangan. Lalu sang pangeran mengeluh lagi: “Yah! Siapa jodohku? Engkau tahu aku sudah dewasa dan memerlukan seorang permaisuri! Ini penting bagiku yah!” Namun raja tetap terdiam, menghabiskan hidangan malamnya. Setelah selesai makan malam, raja masuk ke ruangan favoritnya. Suatu ruangan yang gelap. Ruangan yang penuh dengan rambut. Ruangan ini seperti salon yang tidak disapu berabad-abad.

Raja memiliki hobi yang aneh. Ia suka mengumpulkan rambut pangeran ke dalam ruangan favoritnya ini. Di ruangan itulah kemudian raja menghitung rambut sang pangeran. Ia mengisi turus debet dan kredit jumlah rambut tersebut dan menghitung saldonya.

Kejadian ini berlangsung setiap hari. Setiap makan malam, pangeran selalu mengeluh, dan raja selalu masuk ke ruangan tersebut.

Sampai suatu hari, sang pangeran kehilangan kesabarannya. Diam-diam, ia mengikuti raja dan masuk ke ruangan tersebut. Sang pangeran kemudian terkejut melihat banyaknya rambut di ruangan itu. “Rambut siapakah ini? Dan mengapa ayah menghabiskan waktu menghitungnya? Tidakkah ayah peduli dengan aku? Kekayaanku? Jodohku? Tidakkah ayah peduli?!”, tanya sang pangeran yang kecewa.

Sambil memegang sehelai rambut, sang rajapun tersenyum dan berkata: “Ini rambutmu anakku. Sehelai rambut yang terjatuh ini berarti terdapat 1.223 rambut di atas kepalamu saat ini. Satu helai rambutmu penting bagiku, apalagi engkau, kekayaanmu, dan jodohmu anakku.”

Lalu sang pangeran terdiam. Ia kehabisan kata-kata keluhan. Sambil menangis ia memeluk ayahnya yang sangat mengasihinya.

Don’t be afraid…

Pernahkah kita berkata: “Ini penting bagiku Tuhan! Mengapa Engkau tidak peduli?!”. Lalu kita mengeluh dan kecewa? Mungkin berkaitan dengan masalah uang? Pekerjaan? Studi? Teman hidup?

Lalu kita mulai takut. Takut nggak punya uang, takut nggak dapet posisi, takut studi gagal, takut nggak punya TH?!

Yesus berkata bahwa Allah menghitung dan mengetahui jumlah rambut kita. Dengan kata lain: Allah menganggap penting sehelai rambut kita! Apalagi studi, pekerjaan, keuangan, atau TH kita!

Bukalah kamus hidupmu dan lihat pada bagian “T”. Carilah kata “Takut”! Apakah masih ada?! Kalau ada, hapuslah! Hapuslah karena kata itu menunjukkan bahwa kita tidak mengenal Allah kita dengan baik.

BagiNya, sehelai rambut kita sangatlah penting. Apalagi masa depan, studi, pekerjaan, keuangan dan teman hidup kita. God knows. God cares. He cares even more than we care. God doesn’t want us to be afraid. God loves u.

Luk 12:7: bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipt.


Dia sendiri…

Sedikit kesaksian di hari valentine ini. Puji Tuhan setelah sekian lama, aku bisa lulus dari ITB. “Akhirnya lulus juga” adalah frasa yang paling pas untuk menggambarkan kelulusanku. Semua karena Tuhan, semua untuk kemuliaan Tuhan. Kelulusan memang indah, tapi tidaklah seindah pengalaman berjuang bersama Tuhan. Serasa hanya beberapa centimeter dari kepalaku adalah hidupku dulu yang hancur dan tak berarah. Kenajisan dan dosa penyebab kemalasan melingkupi aku. Aku tidak bisa mengerjakan tugas akhirku. Aku frustrasi. Ingin lepas, ingin melangkah, tapi apa daya tak mampu bergerak. Selimut kegelapan mengikat diriku di ranjang kemalasan. Dalam selimut itu aku menangis. Aku berseru kepada Dia yang menciptakan air mataku, dan Ia menjawabku. Perlahan tapi pasti, Tuhan membangkitkanku. Buluh patah ini, sumbu pudar ini, tetap berharga di mataNya. Saat teduh kembali menjadi gaya hidupku dan suara Tuhan mulai bergema di telingaku. Dari 0 menjadi 1 dan dari 1 menjadi 10. Begitulah cara kerja Sang Pembuat Tiada Menjadi Ada. Ketika aku malas mengerjakan tugas akhirku, aku tinggal berdoa pada Kekasihku. Ia sendiri akan duduk di sebelah kursiku, menemaniku mengerjakan tugas akhirku. Kopi tak diminumNya, tapi aku tahu Dia tidak pernah mengantuk. Mana mungkin mataNya mengantuk melihat kekasihNya.

Lalu datang badai gelap. Metode penelitianku tidak tepat, hasilnya kok aneh. Dia janji aku lulus. Tapi mana buktinya?! Hatiku begitu berat dan aku menangis. Bagaikan bayi cengeng aku menangis dan yang kudengar hanyalah “Cup cup cup,, coba lagi… Tuh kan bisa..” Lalu aku kembali tersenyum. Dia sayang banget sama kita. Bakar semua kamus yang mengartikan kata cinta! Hanya Dialah yang bisa mengartikannya!

Siapa bilang badai pasti berlalu? Belum lama “badai salah metode” berlalu, datang lagi “badai data susah didapet”. Jauh-jauh aku ke Rancaekek, naik bus DAMRI, yang ada cuma CP perusahaan yang lari-lari. Pintu PT. Coca Cola tertutup bagi pemuda tampan ini :p. Tapi Tuhan bekerja dengan cara yang ajaib. Setelah ibu CP itu kembali tak bisa kutemui, tak sengaja aku bertemu dengan seorang yang mengerti pergumulanku dalam mencari data, tentunya selain Kekasihku dan diriku sendiri. Namanya Mas David, pegawai Marketing PT. Coca Cola. Mas David inilah yang dipakai Kekasihku untuk menolongku mencari data. Ironis memang, dibutuhkan seorang David untuk mengerti perasaan David dan untuk menolong David. Kekasihku itu memang pintar bercanda. Hahahaha. Pintu PT. Coca Cola memang tertutup, tapi Kekasihku telah membuka pintu belakangnya. Bye-bye “Badai data susah didapet” :p.

Serasa begitu dekat ruangan sidangku. Sebuah ruangan pejagalan untuk domba tak berdaya. Tiga kursi bagi algojo, semua bergelar Doktor. Dan satu kursi kecil panas bagi pemuda kemerah-merahan (belum ada gelar) yang mencoba keberuntungannya. Sehari sebelum sidang, aku berkata “I came this far with You Love, now it’s the final. But I will always love You no matter what.” Yahh itu sih ngomongnya, dalem hati si mudah-mudahan lulus dan dapet A :P. David vs 3 Goliaths. Itulah judul sidangku. Sesuai prediksi aku dibantai. Tapi aku melihat Kekasihku berdiri bersamaku, membisikkanku jawaban-jawaban atas badai pertanyaan yang menerjangku. Kekasihku memegang tanganku sepanjang sidang. Ia membuatku kokoh tak bergeming. Ada saatnya susana menjadi tegang, 6 mata melototiku dengan tatapan “kerjaanmu gak bener!”. Lalu Kekasihku duduk bersama dosen-dosenku dan membuat mereka tertawa :p. Pengumuman nilai dilakukan langsung setelah sidang. “Dengan ini dag, mahasiwa dig bernama dug David Rumeser dag lulus dig dengan dug nilai dag (untung ngga ada stelah pesan2 berikut ini :p) dag dig dug A”..Heuhhhh lega. Aku tersenyum gembira. Suasana ruangan sidang ibarat tahun baruan di siang bolong. Satu demi satu mengucapkan selamat dan meninggalkan ruangan. Lalu aku melihat Kekasihku tersenyum bangga meneteskan air mataNya. Seorang yang paling merasakan kebahagiaanku.

Bukan malaikatNya yang menemaniku. Bukan pesuruhNya yang dikirim saat aku susah dan sendiri. Dia sendiri yang menggandeng tanganku, menemaniku begadang, menangis dan tertawa bersamaku. Dia sendiri. Tulisan ini kupersembahkan untuk Yesus, Kekasihku. Valentineku. Cinta sejatiku. Love You.

Ul 31:28: Sebab Tuhan, Dia sendiri akan bejalan didepanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.”

Ketika aku menulis, aku merenung lagu apa yang paling pas untuk memuji Tuhan. Jazz? Pop? Hiphop? Rock? Hahaha, renungan yang aneh. Tapi yang pasti lagunya musti medley, karena kasih setia Tuhan tak pernah berakhir.

Merk sebuah pen tidaklah dicantumkan di daftar pustaka, nama penulisnyalah yang dicantumkan.

-Glory to God-